Tuesday, December 09, 2008

9 atau 10 ???

Kalau itu adalah hasil ujian, pasti saya memilih 10. Tapi yang itu, maksudnya bukan hasil ujian, melainkan ICD IX atau ICD X ? Hal inilah yang membingungkan para pengelola SIK dan Kepala Seksi Puskesmas Dinkes Kab/Kota di Sulsel pada pertemuan koordinasi pengembangan Sistem Informasi Puskesmas yang diselenggarakan di Kota Pare-Pare tanggal 2-3 Desember 2008.

Bagaimana tidak bingung........, ketika Kepala Bagian Tata Usaha Dinkes Prov. Sulsel presentasi, Beliau menjelaskan bahwa berdasarkan Kepmenkes No. 50/Menkes/SK/I/1998 tentang pemberlakuan ICD X pada rumah sakit dan puskesmas. "Jadi mulai sekarang, kita sepakat menggunakan ICD X di puskesmas", kata Kabag TU.

Tetapi........................

Setelah Kabag TU keluar ruangan, Kepala Seksi Puskesmas Dinkes Prov. Sulsel masuk dan merangkum hasil pertemuan, salah satu diantaranya adalah : "sekarang kita tetap menggunakan ICD IX, nanti Kab/Kota yang mengkoversi ke ICD X, Pusdatin yang menjanjikan software untuk itu".

Namun sebelum rangkuman tersebut, sempat saya bertanya kepada peserta (sekedar ingin tahu).

Saya : "siapakah diantara bapak dan ibu yang pernah melihat dokumen ICD IX ?" Kasi Puskesmas menjawab : "Ada saya bawa". Saya : "Yang tebalnya lebih dari 300 halaman?" Kasi puskesmas : Oh bukan, ini.............

Ternyata yang dibawa Kasi Puskesmas itu adalah format LB1 bagian dari SP2TP, itulah yang dianggap ICD IX.

Pertanyaan saya sekarang kepada siapa saja yang membaca tulisan ini : Apakah anda ada yang memiliki dokumen ICD IX ?????? Minta dong !!!!! Sekedar koleksi...... karena saya sudah punya dokumen ICD X.

Di tempat yang terpisah, yaitu pada seminar pengembangan SIKDA Dinkes DI Yogya tanggal 9 Desember 2008, saya bertanya kepada Kepala Pusdatin Depkes RI, "ICD IX atau ICD X yang digunakan di puskesmas ? Beliau menjawab " ICD X masih sulit digunakan di puskesmas karena terlalu rinci dan harus melalui pemeriksaan laboartorium. Lagian kalau menggunakan ICD X, berapa puluh ribu puskesmas yang akan dilatih untuk penggunaan ICD X tersebut. Jadi sekarang pakai saja format LB1dari SP2TP itu, tugas kab/kota yang mengkonversi ke ICD X (kata Kapusdatin).

Setujukah anda ?????????? Koq format tidak lengkap mau dikonversi ke dokumen yang sangat lengkap, tetap aja muncul penyakit lain2 yang terbanyak.

Ternyata yang bingung, bukan hanya orang daerah, tetapi orang pusat juga bingung. Buktinya, yang menyusun/mengeluarkan Kepmenkes tentang penggunaan ICD X adalah pusat, tetapi yang meragukan juga orang pusat.

Jogger : Kepala memang terkadang pusing, kalau tidak mau pusing jangan jadi kepala.

9 comments:

Anonymous said...

wah pak,kebingungan saya ternyata ada temannya hehe. gini, menurut saya penggunaan kode itu sebenarnya memang butuh ketegasan dari pusat. taruhlah dengan keputusan menteri yang pernah dikeluarkan untuk penggunaan kode ICD 10 yg akhirnya jg gak banyak yang ngikutin.

tapi dari pengalaman saya, saya menggunakan kode model SP2TP di puskesmas, dengan modifikasi kode untuk melengkapi data yang ada. Sedangkan untuk ICD 10 nya memang otomatis sudah nongol begitu kode sp2tp diisikan.

kalau pikiran saya sebagai orang teknis dan praktis, saya membenarkan pendapat pusdatin, bahwa terserah orang puskesmas mau kode apa saja, tp yang penting ada fasilitas untuk konversi output ke kode ICD 10. tambahan pengalaman, di puskesmas banyak staf lebih nyaman menggunakan kode model sp2tp itu pak. :)

nah kalau memang diinginkan keseragaman kode se indonesia supaya tidak berbeda beda,kita menunggu ketegasan dari pusat itu tadi pak. kalau memang dari pusat tidak muncul, atau adem ayem, tidak ada salahnya kita bisa mulai dari propinsi bapak untuk mencanangkan ICD 10 sebagai kode baku..

begitu pak..

Sudarianto said...

Sejak tahun 2006, kami bersama teman2 di SIK Dinkes Sulsel menyuarakan supaya seluruh puskesmas di Sulsel menggunakan ICDX. Bahkan kami sudah menggunakan aplikasi SIP buatan Pak Limpo, tetapi tidak berjalan lama, kecuali kab/kota yg masih menggunakan sampai sekarang karena kurangnya dukungan dari kb/kota terutama pengelola SP2TP kab/kota.
Tetapi pada tahun 2008 yg lalu, setelah pertemuan koordinasi pengembangan SIMPUS di parepare, kami tindak lanjuti di tingkat provinsi melobbi Kepala Subag Program yang membawahi SIK untuk menyampaikan permasalahan ini ke Kadinkes. Kadinkes menyambut baik, dan mengangkat persoalan ini pada pertemuan mingguan para pejabat eselon IV dan III di lingkup Dinkes Sulsel. Kasi Puskesmas yg selama ini ngotot masih akan menggunakan format LB1 lama, menyerahkan kepada kami untuk menyusunkan format baru yang mirip dengan format LB1 versi ICD IX namun disandingkan dengan ICD X.
Sekarang sudah siap dikirim ke seluruh puskesmas di Sulsel bersama soft copy ICD X berbahasa Indonesia sebagai acuan jika ada penyakit yang ditemukan tetapi tidak ada dalam format yang kami buat.

Anonymous said...

wah bagus banget pak, kemarin saya waktu ketemu pak Syahrir di Makassar juga sudah mendapat banyak masukkan tentang ICD X.
Sebenarnya bisa kok kita mengarahkan puskesmas berubah ke kode apapun. saya sudah bisa merubah puluhan bahkan ratusan puskesmas menggunakan kode yang ada selama ini, untuk beralih ke kode yang ada di Simpus saya. Kunci nya ada di pendekatan kita pada orang puskesmas. Kalau hanya penegasan-penegasan pada pertemuan saja saya kira waktunya akan sedikit lebih lama supaya dipakai. Kebetulan saya biasa ketemu langsung staf-staf puskesmas jadi bisa berdiskusi langsung untuk perubahan kode ini.
Nah apakah di Sulteng ini sudah ada satu team pendampingan, evaluasi, atau supervisi untuk sampai tingkat puskesmas ? mungkin masing-masing kabupaten bisa membentuk team seperti itu supaya stressing nya lebih kuat. Takutnya kalau hanya dikirimi kode-kode baru nanti nasibnya bisa seperti kode-kode ICD 10 yang juga blm dipakai. Intinya, ajak mereka langsung ke end user.. Kadinkes sih, hehehe... sepertinya tidak ada waktu untuk itu..

Sudarianto said...

Aku di Sulsel mas, sama Pak Syahrir..
Dulu pada tahun 2006, seluruh puskesmas di Sulsel kurang lebih 380, pengelola datanya pernah dilatih pengoperasian Sistem informasi Penyakit (SIP). SIP ini menggunakan ICDX. Aplikasi ini, pernah hampir seluruh puskesmas di Sulsel mengopersikannya, dan petugas data di puskesmas pada setuju dengan aplikasi itu, tetapi salah satu penghambatnya pada waktu itu karena belum adanya kesepakatan penggunaan penggunaan ICDX. Kesalahan kami karena krang koordinasi pada waktu itu.
Tetapi mudah2an format yg saya buat ini disertai dengan surat edaran Kadinkes Prov. Sulsel akan merubah pencatatan penyakit di Sulsel dari versi ICDIX ke ICDX.

Anonymous said...

wah keliru, ilmu peta buta nya jelek hehe.. Sulteng itu Kota Palu ya pak hehe..
Mudah-mudahan usaha kali ini berhasil. Semoga ICD 11 tidak segera hadir, nanti orang puskesmas geger lagi hehe..

selamat berjuang..

Anonymous said...

Kalau kode ICD 10 penyakit keputihan / Leucorhoe apa ya? Makasih

Sri Purwantono said...

apapun icd nya yang penting entry datanya harus rajin.... he..he...

PUSKESMAS SUNGAI AYAK said...

Akhir Juni 2012 lalu, saya mengikuti pelatihan ICD X yang diselenggarakan oleh Pusdatin. Dari pelatihan tersebut, saya berharap akan membawa pulang kode-kode penyakit untuk laporan LB1 Puskesmas yang sudah pakai ICD X. Ternyata, pelatihan itu jauh dari yang saya harapkan. Materi yang diberikan lebih mengarah kepada pengkodean suatu penyakit atau tepatnya untuk tenaga rekam medik dalam membuat kode penyakit.
Tentang kode penyakit untuk LB1 ? Hingga pulang tidak ada diberikan, yang dibawa hanyalah empat buah buku tebal-tebal dimana 1 buah berisi kode ICD IX, dan 3 berisi ICD X.

RMIK UGM said...

kami juga menyelenggarakan pelatihan ICD-10 dan ICD 9 CM di Yogyakarta secara periodik, silahkan kunjungi website kami:
http://rmik-ugm.org/